Sabtu, 14 Januari 2012

Kebudayaan Madura


  1. BAHASA MADURA

Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura. Bahasa Madura mempunyai penutur kurang lebih 15 juta orang, dan terpusat di Pulau Madura, Ujung Timur Pulau Jawa atau di kawasan yang disebut kawasan Tapal Kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya, Malang, sampai Banyuwangi, Kepulauan Kangean, Kepulauan Masalembo, hingga Pulau Kalimantan.
Di Pulau Kalimantan, masyarakat Madura terpusat di kawasan Sambas, Pontianak, Bengkayang dan Ketapang, Kalimantan Barat, sedangkan di Kalimantan Tengah mereka berkonsentrasi di daerah Kotawaringin Timur, Palangkaraya dan Kapuas. Namun kebanyakan generasi muda Madura di kawasan ini sudah hilang penguasaan terhadap bahasa ibunda mereka.
Namun akibat terjadinya kerusuhan antara kaum di Kalimantan (Sambas dan Sampit), sebahagian besar masyarakat Madura mengungsi kembali ke tanah leluhurnya, dan mereka masih berharap untuk dapat kembali meski warga Kalimantan khususnya Dayak bertegas untuk tidak menerima mereka kembali.
  1. KOSAKATA

Bahasa Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia ranting Malayo-Polinesia, sehingga mempunyai kesamaan dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia.
Bahasa Madura banyak terpengaruh oleh Bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa sangat terasa dalam bentuk sistem hierarki berbahasa sebagai akibat pendudukan Mataram atas Pulau Madura. Banyak juga kata-kata dalam bahasa ini yang berakar dari bahasa Indonesia atau Melayu bahkan dengan Minangkabau, tetapi sudah tentu dengan lafal yang berbeda.
Contoh :
  • bhila (baca : bhileh e schwa) sama dengan bila = kapan
  • oreng = orang
  • tadha' = tidak ada (hampir sama dengan kata tadak dalam Melayu Pontianak)
  • dhimma (baca : dimmah) = mana? (hampir serupa dengan dima di Minangkabau)
  • tanya = sama dengan tanya
  • cakalan = tongkol (hampir mirip dengan kata Bugis : cakalang tapi tidak sengau)
  • onggu = sungguh, benar (dari kata sungguh)
  • Kamma (baca : kammah mirip dengan kata kama di Minangkabau)= kemana?

 

 
  1. SISTEM PENGUCAPAN

Bahasa Madura mempunyai sistem pelafalan yang unik. Begitu uniknya sehingga orang luar Madura yang berusaha mempelajarinyapun mengalami kesulitan, khususnya dari segi pelafalan tadi.
Bahasa Madura mempunyai lafal sentak dan ditekan terutama pada huruf b, d, j, g, jh, dh dan bh atau pada konsonan rangkap seperti jj, dd dan bb . Namun demikian penekanan ini sering terjadi pada suku kata bagian tengah.
Sedangkan untuk sistem vokal, Bahasa Madura mengenal huruf a schwa selain a kuat. Sistem vokal lainnya dalam Bahasa Madura adalah i, u, e dan o.
  1. TINGKAT BAHASA

Bahasa Madura sebagaimana bahasa-bahasa di kawasan Jawa dan Bali juga mengenal Tingkatan-tingkatan, namun agak berbeda karena hanya terbagi atas tiga tingkat yakni :
  • Ja' - iya (sama dengan ngoko)
  • Engghi-Enthen (sama dengan Madya)
  • Engghi-Bunthen (sama dengan Krama)
Contoh :
  • Berempa' arghena paona? : Mangganya berapa harganya? (Ja'-iya)
  • Saponapa argheneppon paona? : Mangganya berapa harganya? (Engghi-Bunthen)
  1. DIALEK-DIALEK BAHAA MADURA

Bahasa Madura juga mempunyai dialek-dialek yang tersebar di seluruh wilayah tuturnya. Di Pulau Madura sendiri pada galibnya terdapat beberapa dialek seperti :
Dialek yang dijadikan acuan standar Bahasa Madura adalah dialek Sumenep, karena Sumenep di masa lalu merupakan pusat kerajaan dan kebudayaan Madura. Sedangkan dialek-dialek lainnya merupakan dialek rural yang lambat laun bercampur seiring dengan mobilisasi yang terjadi di kalangan masyarakat Madura. Untuk di pulau Jawa, dialek-dialek ini seringkali bercampur dengan Bahasa Jawa sehingga kerap mereka lebih suka dipanggil sebagai Pendalungan daripada sebagai Madura. Masyarakat di Pulau Jawa, terkecuali daerah Situbondo, Bondowoso, dan bagian timur Probolinggo umumnya menguasai Bahasa Jawa selain Madura.
Contoh pada kasus kata ganti kamu :
  • kata be'en umum digunakan di Madura. Namun kata be'na dipakai di Sumenep.
  • sedangkan kata kakeh untuk kamu lazim dipakai di Bangkalan bagian timur dan Sampang.
  • Heddeh dan Seddeh dipakai di daerah pedesaan Bangkalan.
Khusus Dialek Kangean, dialek ini merupakan sempalan dari Bahasa Madura yang karena berbedanya hingga kerap dianggap bukan bagian Bahasa Madura, khususnya oleh masyarakat Madura daratan.
Contoh :
  • akoh : saya (sengko' dalam bahasa Madura daratan)
  • kaoh : kamu (be'en atau be'na dalam bahasa Madura daratan)
  • berrA'  : barat (berre' dengan e schwa dalam bahasa Madura daratan)
  • morrAh : murah (modhe dalam bahasa Madura daratan)
  1. BAHASA BAWEAN

Bahasa Bawean ditengarai sebagai kreolisasi bahasa Madura, karena kata-kata dasarnya yang berasal dari bahasa ini, namun bercampur aduk dengan kata-kata Melayu dan Inggris serta bahasa Jawa karena banyaknya orang Bawean yang bekerja atau bermigrasi ke Malaysia dan Singapura, Bahasa Bawean memiliki ragam dialek bahasa biasanya setiap kawasan atau kampung mempunyai dialek bahasa sendiri seperti Bahasa Bawean Dialek Daun, Dialek Kumalasa, Dialek Pudakit dan juga Dialek Diponggo. Bahasa ini dituturkan di Pulau Bawean, Gresik, Malaysia, dan Singapura. Di dua tempat terakhir ini bahasa Bawean dikenal sebagai Boyanese. Intonasi orang Bawean mudah dikenali di kalangan penutur bahasa Madura. Perbedaan kedua bahasa dapat diibaratkan dengan perbedaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang serupa tapi tak sama meskipun masing-masing dapat memahami maksudnya. Contoh-contoh:
  • eson atau ehon = aku (sengkok/engkok dalam bahasa Madura)
  • kalaaken = ambilkan (kalaagghi dalam bahasa Madura)
  • trimakasih = terimakasih (salengkong / sakalangkong / kalangkong dalam Bahasa Madura)
  • adek = depan (adek artinya dalam bahasa Madura
  1. PERALATAN DAN SENJATA TRADISIONAL MADURA

 


 

  1. CLURIT

 

Clurit merupakan senjata tradiAional Indonesia berasal dari Madura-Jawa timur.

Clurit adalah pengembangan dari arit/sabit, yang dikembangkan oleh masyarakat madura.
Clurit diyakini berasal dari legenda pak Sakera / Sakerah, seorang mandor tebu dari Pasuruan yang menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan belanda.
Beliau dikenal tak pernah meninggalkan celurit dan selalu membawa / mengenakannya dalam aktifitas sehari- hari, dimana saat itu digunakan sebagai alat pertanian / perkebunan.
Beliau berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam. Pak sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah,Setelah Pak Sakerah tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur.
Beliau dimakamkan di Kota Bangil. Atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan Kota Bangil.
Tindakan penjajah tersebut menimbulkan kemarahan orang-orang madura, dan mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata andalan meraka adalah clurit.
Sehingga clurit mulai beralih fungsi menjadi simbol perlawanan, simbol harga diri serta strata sosial.

Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi clurit kembang turi dan clurit wulu pitik/bulu ayam

Senjata ini merupakan jati diri dan merupakan senjata tradisional kebanggaan para ahli pendekar beladiri khususnya dikawasan madura.

Terkadang para ahli beladiri ini menggunakannya dalam duel maut/carok.

Seperti di jepang para samurai membanggakan katana, clurit juga merupakan kebanggaan madura.

Pada perang kemerdekaan 10 November 1945, senjata ini juga banyak dipergunakan.


 

  1. EMBER GEMBRENG
Alat ini merupakan wadah atau tempat menampung air yang sering dipakai oleh masyarakat di pulau jawa khususnya Madura. Biasanya juga dipakai untuk mencuci pakaian, sayuran, dan macam jenis pekerjaan lainnya. Sebelum ditemukannya wadah yang terbuat dari plat besi atau seng ini, masyarakat jawa menggunakan tempayan atau wadah dari bahan tanah liat atau sering disebut tembikar yang diolah sehingga kuat seperti genteng.

Fungsi : Sebagai alat untuk menampung air. Sering digunakan sebagai tempat mencuci sesuatu seperti pakaian, sayuran, air bersih, mencuci alat-alat masak dan hal lainnya.
Bahan : Alat ini terbuat dari bahan plat besi atau seng atau plat baja yang cukup ringan.
Dimensi : Alat ini mempunyai dimensi lingkar atas beranekaragam dri lingkar 25cm sampai diameter 1m. Semua bergantung kebutuhan si penggunanya.

  1. KENDHIL

 

Merupakan alat tradisional dari daerah jawa tengah dan sekitarnya. Dipergunakan sebagai alat memasak beras menjadi nasi, sering disebut "menanak nasi". Alat ini berfungsi seperti rice cooker, bedanya adalah cara menggunakannya yaitu pada penggunaan kendhil, beras dimasak dengan air secukupnya hingga beras menjadi tanak dan didiamkan selama beberapa menit dengan kondisi api dikecilkan kemudian kondisi nasi harus selalu dicek agar nasi tidak gosong dan berkerak banyak. Sama halnya dengan memasak nasi dengan Rice cooker listrik. Nasi dimasak secara langsung dengan energi kalor pada wadah logam yang dihasilkan dari energi listrik. Perbedaannya pada hasilnya. Jika menggunakan "kendhil", pasti menghasilkan kerak nasi pada permukaan bawah wadahnya, sedangkan padarice cooker nasi dapat matang secara merata sehingga tidak menimbulkan kerak pada bagian bawah wadahnya. Memasak dengan menggunakan kendhil biasanya menggunakan bahan bakar arang atau kayu bakar, jadi panas yang dihasilkan sifatnya tidak merata pada permukaan bidang dalam wadahnya.Sebagai alat untuk memasak nasi atau "menanak nasi"
Bahan : Alat ini terbuat dari bahan plat besi campuran alumunium setebal 2-4mm, sehingga tidak bisa berkarat dan steril.
Dimensi : Alat ini mempunyai dimensi lingkar atas dan bawah 25cm dengan tinggi 15 cm.


 

  1. KEREKAN DAN EMBENG CANGKING
Alat ini merupakan alat tradisional yang sudah ada sejak jaman Majapahit atau sebelumnya, yaitu untuk mengambil air bersih dari dalam tanah. Pada saat ini alat tersebut masih digunakan di daerah pedesaan. Kedalaman sumur menentukan panjangnya tali yang dibutuhkan. Untuk mengambil air didalam sumur dibutuhkan katrol atau "kerekan" dalam bahasa jawa, supaya beban air dalam wadah ember tidak terlalu berat ketika ditarik keatas.

Fungsi : Sebagai alat untuk mengambil air bersih dari dalam tanah melalui sumur yang telah digali dengan kedalaman tertentu. Biasanya sumur tersebut bersifat tetap dengan bis beton atau tanah liat "tembikar" yang melapisi dinding sumur, agar dinding tanah pada sisi-sisinya tidak jatuh dan mengotori air bersih tersebut.
Bahan : Kerekan terbuat dari besi atau baja cor dengan bearing pada porosnya dan dibantu tiang sebagai penyangga kerekan tersebut. Talinya berasal dari bahan karet ban mobil yang mempunyai kawat sebagai penguat dalamnya. Sebagai wadah ember biasanya terbuat dari ember plastic atau ember seng, sehingga kuat ketika mebentur dinding sumur ketika membawa beban air
Dimensi
: . Ember mempunyai dimensi sedang dengan diameter atas 25cm dan diameter bawah 20cm. "Kerekan" atau katrol mempunyai dimensi 25cm dan panjang tali menyesuaikan kedalaman sumur.

  1. ANGLO CILIK
Merupakan alat yang sering dipakai sebagai sarana melakukan upacara spiritual adat jawa untuk memohon berkat dari yang maha kuasa bagi keselamatan jalannya suatu upacara adat atau keselamatan arwah keluarga yang sudah meninggal dunia.

Fungsi: Sebagai alat untuk membakar dupa berupa kemenyan dengan menggunakan arang kayu. Berfungsi untuk membuat sesaji guna memohon berkah dari Yang Maha Kuasa agar selalu diberikan perlindungan dan kedamaian dalam menjalani hidup di dunia. Fungsi kemenyan sendiri secara tidak langsung untuk memacu adrenalin dalam tubuh melewati zat bau yang tercium, sehingga dapat berdoa secara hikmat kepada Tuhan.
Bahan
: Alat ini terbuat dari tanah liat yang di bentuk sedemikian rupa dengan cara finishing dibakar dalam tungku api. Cara pembuatannya mirip dengan cara pembuatan genteng.
Dimensi : Alat ini mempunyai dimensi lingkar atas atas 10cm dan pada bagian bawahnya berdiameter 9 cm dengan bentuk menyerupai anglo besar yang berfunsi untuk memasak di dapur.


 

  1. WAJAN CEKUNG CILIK

 

Merupakan alat memasak dari Jawa Tengah dan sekitarnya. Benda ini merupakan alat memasak dengan cara digoreng. Benda ini di buat pada jaman sebelum ditemukannya alat memasak dari bahan logam. Biasanya alat ini digunakan untuk menggoreng makanan tradisional seperti gudeg dan jenis lainnya. Alat ini telah digunakan sejak jaman kerajaan majapahit.

• Fungsi : Sebagai alat untuk memasak makanan dengan cara di goreng atau di godok
• Bahan : Alat ini terbuat dari gerabah berbahan dasar tanah liat dengan cara di bentuk dan di bakar. Proses pembuatannya sama dengan pembuatan pembuatan keramik dan genteng rumah tinggal.
• Dimensi : Alat ini mempunyai dimensi lingkar atas 30 cm dan pada bagian bawahnya berbentuk setengah bulat.

  1. TUMBU
Alat ini mempunyai fungsi sebagai wadah atau tempat menyimpan sementara kebutuhan pangan seperti umbi-umbian, buah, kacang-kacangan dan jenid lainnya yang berukuran kecil dan medium. Hingga saat ini alat memasak tersebut masih digunakan oleh masyarakat di Jawa tengah dan sekitarnya.

Fungsi : Sebagai alat untuk menyimpan sementara bahan-bahan makanan bagi masyarakat jawa sebelum dibersihkan dan dimasak.
Bahan : Alat ini terbuat dari batang pohon bamboo yang di belah tipis sehingga dapet dianyam seperti terlihat pada gambar diatas. Bambu dianyam rapat sehingga benda yang ditaruh didalamnya tidak jatuh.
Dimensi : Alat ini mempunyai dimensi lingkar atas 45 cm dan bentuk persegi pada bagian bawahnya berdimensi 45cm x 45 cm

  1. TAMPAH
Mempunyai fungsi yang sama dengan alat tradisional "Tampah", tetapi alat ini dapat dipakai untuk membersihkan kacang-kacangan dan beras dalam jumlah yang sekaligus banyak. Alat ini masih banyak digunakan oleh masyarakat di Jawa tengah dan sekitarnya.

• Fungsi : Sebagai alat untuk membersihkan beras dan jenis kacang-kacangan dari kotoran-kotoran sebelum di cuci dan dimasak dalam jumlah yang lebih banyak. Cara membersihkannya dengan cara di ayak secara manual tangan, kemudian kotoran akan otomatis tersisih, maka diperlukan keahlian khusus untuk menggunakan alat ini. Alat ini juga sering dipakai untuk menjemur krupuk karaka tau "gendar", yaitu krupuk yang dihasilkan dari sisa nasi yang diberi ragi dan diiris sesuai ketebalan krupuk.
• Bahan : Alat ini terbuat dari batang pohon bamboo yang di belah tipis sehingga dapet dianyam seperti terlihat pada gambar diatas. Bambu dianyam rapat sehingga beras atau kacang-kacangan tidak ikut terbuang.
• Dimensi : Alat ini mempunyai dimensi lingkar 65-80 cm


 

  1. LUMPANG DAN ALU CILIK
Merupakan alat tradisional untuk membuat bumbu dapur jenis kacang-kacangan dan jenis bumbu yang mempunyai dimensi sedang. Lumpang berukuran besar juga digunakan untuk menumbuk padi oleh masyarakat jawa tengah dan sekitarnya.

• Fungsi : Sebagai alat untuk menumbuk bumbu dapur berupa kacang-kacangan atau jenis bumbu lainnya yang mempunyai ukuran sedang. Lumpang mempunyai bermacam-macam ukuran. Lumpang dengan ukuran besar juga digunakan untuk menumbuk padi untuk menjadi beras.

• Bahan : Lumpang terbuat dari batu candi atau batu gunung yang sangat keras, sedangkan "Alu" terbuat dari kayu ringan yang keras. Seperti kayu nangka, kayu sonokeling, kayu jati dan kayu jawa lainnya.

• Dimensi : Dimensi ukuran lumpang bermacam-macam. Pada gambar merupakan lumping berukuran kecil dengan dimensi alas 15 cm dan dimensi atas berdiameter 25 cm dengan tinggi 20cm. Sedangkan "alu" sebagai alat tumbuk berukuran panjang 50cm dengan diameter lingkar sesuai kenyamanan tangan si pemakai.

  1. LAYAH DAN MUTHU
Merupakan perlengkapan memasak didapur yang digunakan masyarakat di Propinsi Jawa tengah dan sekitarnya. Alat tradisional ini selain menggunakan material batu alam, ada juga yang terbuat dari kayu, baik "layah" maupun "muntu". Digunakan untuk membuat bumbu masakan.

• Fungsi : Sebagai alat untuk menumbuk bumbu masakan seperti merica, garam, cabai, garam, lengkuas, kunyit dan lain sebagainya yang mempunyai dimensi rempah-rempah berbentuk kecil sehingga dapat mudah untuk di ulek menjadi bumbu.

• Bahan : "Layah" sebagai wadah terbuat dari batu alam yang sering digunakan sebagai batu candi atau batu gunung." Layah juga ada yang terbuat dari bahan baku kayu. Sedangkan "munthu' terbuat dari kayu keras dan ringan seperti kayu sonokeling, melanding, jati dan kayu jawa lainnya. 'Munthu' juga ada yang terbuat dari bahan baku batu.

• Dimensi : Dimensi Layah beraneka ragam. Pada gambar merupakan bentuk standart yang sering dipakai orang jawa, yaitu berdiameter 25cm. sedangkan munthu menyesuaikan pada tangan si pemakai.


 

  1. PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN ISLAM DI MADURA

 

Dalam literatur perkembangan Islam di Madura, sosok Raden Abdul Kadirun memang tidak banyak disebut. Sultan Bangkalan II ini memang lebih dikenal sebagai tokoh pemerintahan yang ulung.

Mewarisi Pemerintahan Sultan Bangkalan I (Sultan Abdul/Panembahan Adipati Tjakraadiningat I), Raden Abdul Kadirun berjasa memajukan wilayah di ujung Barat Madura ini. Tapi itu tidak serta merta menghapuskan perannya dalam penyebaran Islam. Raden Abdul Kadirun dikenal menjalankan pemerintahannya dengan prinsip-prinsip islami.
Saat memerintah pada 1815-1847 Islam berkembang dan menjadi warna yang dominan di masyarakat Bangkalan. Tak heran, Rato (pemimpin/pemerintah) ini begitu dihormati sosoknya. Tanda bahwa Sultan Abdul Kadirun begitu berjasa terhadap penyebaran Islam juga terlihat dari nisannya yang dibangun sedemikian megahnya, bak istana.

A.    SEJARAH BERKEMBANGNYA AGAMA

Bentuk religi yang sering di jumpai adalah pemujaan terhadapa nenek moyangnampak sebagai bentuk adanya danyan, punden, papan arwah.pemujaan arwah nenek moyangmerupakan tradisi religi pada zaman prasejarah yaitu kepercayaan bahwa orang yang sudah meniggal arwahnya tidak akan pergi jauh dari tempat pemukimannya.

Roh ini bersemayam di pohon-pohon besar, batu goa, atau daerrah perbukitan dan dapat melindungi anak cucu serta seluruh keturunannya yang masih hidup, serta dapat diminta pertolongan. Dan roh tersebut di beri sesajen. Jika upacara tersebut di lalaikan maka akan menimbulkan malapetaka. Misalanya panen gagal, paceklik, wabah penyakit serta kemarau yang panjang. Upacara tersebut berupa sedekah ke makam kermat punden.

Hindu budha telah di bawa ke indonesia pada abad ke 2 dan ke 4 oleh pedagan india yang datang ke sumatra, jawa, sulawesi. Hindu berkembang di jawa pada abad ke 5. kedua agama ini mempengaruhi kerajaan yang kaya.

Islam masuk ke indonesia pada abad ke 14 bersala dari gujarat. Menyebar ke barat sumatera dan berkembang ke timur jawa.

Kristen katolik di bawa oleh bangsa portugis.

Kristen protestan di bawa oleh bangsa belanda pada abad 16


B.    AGAMA MASYARAKAT MADURA PADA MASA KINI

Suku madura apada umumnya menganut agama islam, sedikit dari mereka menganut agama kristen katolik dan protestan, hindu dan budha. Sebagian orang madura masih memegan teguh kepercayaan kejawen. Agama islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh terhadapa masyarakat madura. Orang tionghoa umumnya menganut kepercayaan konghucu.


Presentasi agama suku madura


Persentase Penganut Agama (%)
Islam 99 %
Lain-lain 1 %


  
Tekhnologi

Alat Transportasi     :           Padang mempunyai beberapa alat transportasi diantaranya,
1.      Becak
2.      Ojek
3.      Boat Pancung (semacam perahu untuk mengangkut penduduk ke pulau pulau kecil, maksimal 10 penumpang)
4.      Delman
5.      Angkutan Kota
6.      Bus
becak
 
Boat pancung
 
Angkot
 


Bus kota
 

 






Perumahan :           Rumah Gadang / Gonjong / Bogonjong dibangun atas tiang atau panggung, mempunyai kolong yang tinggi. Atapnya lancip membedakan rumah ini dengan rumah adat lainnya. Bentuk dasarnya rumah gadang tersebut itu persegi empat yang tidak simetris yang mengambang ke atas. Atapmya melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau. Lengkung badan rumah landai seperti badan kapal.
Bentuk badan rumah gadang yang segi empat yang membesar ke atas (trapezium terbalik) sisinya melengkung kedalam atau kendah bagian tengah.

FUNGSI : selain sebagai kediaman keluarga, juga sebagai lambang kehadiran suatu kaum serta bagian pusat kehidupan dan kerukunan, seperti tempat bermufakat dan melaksanakan berbagai upacara. Bias juga sebagai tempat merawat orang sakit.
 

                                         




Rumah Gadang
 
 

           
rumah-adat-rangkiang.jpgSetiap rumah gadang mempunyai rangkiang, yang ditegakkan di halaman depan. Rangkiang ialah bangunan tempat menyimpan padi milik kaum. Ada empat macam jenisnya dengan fungsi dan bentuknya yang berbeda. Jumlah rangkiang yang tertegak di halaman memberikan tanda keadaan penghidupan kaum.
Rangkiang
 

 Bentuk rangkiang sesuai dengan gaya bangunan rumah gadang. Atapnya bergonjong dan dibuat dari ijuk. Tiang penyangganya sama tinggi dengan tiang rumah gadang. Pintunya kecil dan terletak pada bagian atas dan salah satu dinding singkok (singkap), yaitu bagian segi tiga lotengnya. Tangga bambu untuk menaiki Rangkiang dapat dipindah-pindahkan untuk keperluan lain dan bila tidak digunakan disimpan di bawah kolong rumah gadang.

Balairung ialah bangunan yang digunakan sebagai tempat para penghulu mengadakan rapat tentang urusan pemerintah nagari dan menyidangkan perkara atau pengadilan. Bentuknya sama dengan rumah gadang, yaitu diba ngun di atas tiang dengan atap yang bergonjong-gonjong, tetapi kolongnya lebih rendah dan kolong rumah gadang. Tidak berdaun pintu dan berdaun jendela. Ada kalanya balairung itu tidak berdinding sama sekali, sehingga penghulu yang mengadakan rapat dapat diikuti oleh umum seluas-luasnya.








Pakaian        : Laki-Laki
1.    Destar
Deta atau Destar adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala tutup kepala bila dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa bahagian sesuai dengan sipemakai, daerah dan kedudukannya.Destar atau seluk yang melilit di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu.

2.    Baju
Baju penghulu berwarna hitam sebagai lambang kepemimpinan. Hitam tahan tapo, putiah tahan sasah (hitam tahan tempa, putih tahan cuci). Dengan arti kata umpat dan puji hal yang harus diterima oleh seorang pemimpin. Dengan bahasa liris mengenai baju ini dikatakan “baju hitam gadang langan, langan tasenseng bukan dek bangih, pangipeh angek nak nyo dingin, pahampeh gabuek nak nyo habih (baju hitam besar lengan, lengan tersinsing bukan karena marah, pengipas hangat supaya dingin, pengipas debu supaya habis).

3.    Sarawa
Celana penghulu yang besar ukuran kakinya mempunyai pengertian bahwa kebesarannya dalam memenuhi segala panggilan dan yang patut dituruti dalam hidup bermasyarakat maupun sebagai seorang pemangku adat.
4. Sasampiang (Sesamping)
Sasampiang adalah selembar kain yang dipakai seperti pada pakaian baju teluk belanga. Warna kain sesampiang biasanya berwarna merah yang menyatakan seorang penghulu berani. Sesamping juga biasanya diberi benang makau (benang berwarna-warni) dalam ukuran kecil-kecil yang pengertiannya membayangkan ilmu dan keberanian diatas kebenaran dalam nagari.
5. Cawek (Ikat Pinggang)
6. Sandang
Sesudah memakai destar dan baju, celana serta sesamping maak dibahu disandang pula sehelai kain yang bersegi empat. Kain segi empat inilah yang disebut sandang.
7. Keris
8. Tungkek (Tongkat)
Perempuan
1.    Baju Batabue (baju bertabur)
Baju bertabur maksudnya naju yang ditaburi dengan benang emas. Tabur emas ini maksudnya kekayaan alam Minangkabau.

2.    Minsie
Minsie adalah bis tepi dari baju yang diberi benang emas. Pengertian minsie ini untuk menunjukkan bahwa demokrasi Minangkabau luas sekali, namun berada dalam batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.

3.    Tingkuluak (tengkuluk)
Tengkuluk merupakan hiasan kepala perempuan yang berbentuk runcing dan bercabang. Pengertiannya adalah Limpapeh Rumah Nan Gadang di Minangkabau tidak boleh menjunjung beban atau beban yang berat.

4.    Lambak atau Sarung
Sarung wanitapun bermacam ragam, ada yang lajur ada yang bersongket dan ada yang berikat.

5.    Salempang (selendang)

6.    Dukuah (kalung)


7.    Galang (Gelang)
Baju Tradisional Padang
 


Senjata   :      
senjata khas Padang (sumbar) adalah keris. Dipakai oleh kaum lelaki yang di letakan di sebelah depan. Ada juga tombak, pedang panjang.
                       

keris
 
keris
 
 








Pedang
 
 








Alat Produksi :
1.      Bersawah dengan alat bajaknya Kerbau
2.      Masyarakat Padang tidak menggunakan pestisida dalam bersawah, karena menurutnya itu menyebabkan hewan hewan yang tinggal disawah mati
3.      Memproduksi Sagu dengan alat tradisional
Alat pemarut sagu
 

4.      Memproduksi tenun dengan alat tradisional
Oval: Alat pembuat tenunsilungkang weaving Weaving Arts   Tenun Minangkabau  weaving manufacturing process Weaving Arts

Alat Rumah Tangga :
1.      Pariuk                        = Tempat memasak air

2.      Kuali             = Penggorengan

3.      Palengong   = Panci yang terbuat dari tanah untuk membuat gulai

4.      Sanduak       = Centong untuk mengaduk masakan













Pengetahuan
1.      Rimbo Larangan (Hutan Larangan )
yaitu hutan yang menurut aturan adat tidak boleh ditebang karena fungsinya yang sangat vital sekali sebagai persediaan air sepanjang waktu untuk keperluan masyarakat, selain itu kayu yang tumbuh dihutan juga dipandang sebagai perisai untuk melindungi segenap masyarakat yang bermukim disekitar hutan dari bahaya tanah longsor. Apabila ada terdapat diantara warga yang akan membuat rumah yang membutuhkan kayu, maka harus minta izin lebih dulu kepada aparat Nagari melalui para pemangku adat untuk menebang kayu yang dibutuhkan dengan peralatan Kapak dan Gergaji tangan.
2.      Banda Larangan ( Sungai, Anak Sungai / Kali Larangan )
merupakan suatu aliran sungai yang tetap dijaga agar tidak tercemar dari bahan atau benda yang bersifat dapat memusnahkan segenap binatang dan biota lainnya yang ada di aliran sungai sehingga tidak menjadi punah, seperti halnya warga masyarakat tidak boleh menangkap ikan dengan cara Pengeboman, memakai racun, memakai aliran listrik dan lain sebagainya. Untuk panen Ikan dari Banda Larangan tersebut, pihak Pemangku Adat dan Aparat Nagari melaksanakan dengan cara membuka larangan secara bersama-sama masyarakat untuk kepentingan bersama dan hasilnya selain untu masyarakat juga sebahagian untuk KAS Nagari. Biasanya Banda Larangan ini dibuka sekali setahun atau sekali dua tahun tergantung kesepakatan Para Pemangku Adat.    
3.      Tabek Larangan ( tebat larangan )
yaitu Kolam air yang dibuat secara bersama oleh masyarakat pada zaman dulu dengan tujuan untuk persediaan air bagi kepentingan masyarakat dan didalam Tabek tersebut juga dipelihara berbagai jenis ikan, saat untuk membuka Tabek Larangan tersebut sama dengan seperti di Banda Larangan.
4.      Mamutiah durian ( memutih durian )
yaitu kegiatan menguliti pohon durian apabila kedapatan salah seorang warga masyarakat pemilik pohon durian yang memanjat dan memetik buah durian sebelum durian itu matang, hal itu dilakukan sebagai sanksi moral bagi masyarakat yang melakukannya karena dipandang tidak mempunyai rasa sosial antar sesama. Setelah pohon Durian dikuliti maka secara berangsur pohon itu akan mati. Biasanya pemilik pohon durian akan mendapatkan hasil semenjak matahari terbit sampai terbenam, sedangkan disaat malam hari buah durian yang jatuh telah menjadi milik bersama.
5.      Parak  
yaitu suatu lahan tempat masyarakat berusaha tani dimana terdapat keberagaman jenis tanaman yang dapat dipanen sepanjang waktu secara bergiliran, sehingga pada lahan parak ini terdapat nilai ekonomi yang yang berkelanjutan. Apabila dilihat dari jauh, parak di pandang seolah-olah seperti hutan dan juga berfungsi sebagai penyangga bagi daerah dibawahnya.
6.      Menanam Tanaman Keras
disaat seorang laki-laki akan memasuki jenjang perkawinan  bertujuan untuk tabungan disaat sudah punya keturunan nanti untuk kebutuhan keluarga, biasanya tanaman yang ditanam berupa Kelapa, Kayu ( Surian ) Suren dan tanaman lainnya yang penuh dengan manfaat.  
7.      Goro Basamo
merupakan kegiatan kerja bersama secara gotong royong untuk kepentingan masyarakat banyak seperti membuat jalan baru, bangunan rumah ibadah, membersihkan tali bandar (sungai), menanam tanaman keras dan lain sebagainya.

8.      Upacara Tabuik
kata tabuik berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak. upacara Tabuik ini adalah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa.
Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap. Oleh umatIslam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.
Menggunakan sesajen, mantra-mantra dan pawang. Penggunaan sesajen dan segala umborambenya bukanlah termasuk perbuatan menyekutukan tuhan melainkan sebagai ritual dalam menjagakeseimbangan kosmos sebagai ciptaan-Nya. Pawang, mantra-mantra maupun sesaji hanya merupakan syarat adat yang telah disepkati masyarakat Pariaman, akan tetapi disisi lain hal tersebut mengandung makna symbol sebagai sesuatu yang selaras dengan alam.
9.      Datuk
Jika ingin menjadi datuk, seseorang harus memotong kerbau untuk meninggikan derajat. Apabila ada orang yang memanggil seorang datuk dengan memanggil namanya, orang yang memanggil tersebut dikenakan denda seekor kerbau (takabau).